bali deso mbangun deso

habis jalan-jalan eh dapet artikel bagus
jadi ppengen tak bagi buat temen-temen juga
 monggo..........

Petani Mesti Pelit
Mengaku petani, kadang saya senyum kecut sendiri. Sebab, beras masih beli. Tetangga-tetangga di sekitar Cijapun juga begitu, bersawah mungil. Panen sekadarnya. Konsumsi beras keluarga, masih banyak butuh diasup pasokan raskin.
Maka terkenanglah saya pada satu kesempatan tandang ke Garut. Sahabat-sahabat lama mengundang ngopi bareng di sana. Teman-teman sepermainan di Konsorsium Pembaruan Agraria.
Seorang teman, Prasetyo, bercerita tentang petani di Garut bertanam padi di sawah yang mampu hasilkan 1 kg gabah per satu meter persegi sawah. Dengan 4 prinsip utama nan sederhana, yang intinya “melayani kehendak padi“.
  1. Padi bukan tanaman air, maka tak perlu tergenang. Cukup kondisi macak-macak. Air rata dengan muka tanah.
  2. Padi tak suka tumbuh berhimpit, maka jarak tanam dibuat renggang
  3. Bibit padi tua berpotensi stress, maka bibit harus dipindah pada umur 7-8 hari sedari mula semai. Untuk kurangi potensi stress pada akar, selambat-lambatnya bibit harus *dipindah* (baca ditanam, terima kasih masukannya Mas Bambank) 1 jam sejak dipindah dari petak semai.
  4. Padi tak “tega” rebutan makanan, maka tanam satu saja pada tiap lubang/titik tanam.
Sekali lagi padi bukan tanaman air. Secara genetik, padi sawah dan padi ladang dapat dianggap persis serupa. Padi hanya butuh cukup air, cukup pada kondisi lembab. Dan itu bisa diakali dengan penebaran jerami seperti pertanian alami ala Masanobu Fukuoka. Hanya, kawan Prasetyo mengadaptasi System of Rice Intensification (SRI) anjuran Henri de Laulanie.
———————–
Di Cijapun saya dua kali tanam padi, pada sawah mungil. Sekadar menikmati sensasi bersawah yang belum pernah saya alami. Menikmati pengujian dengan 3 perlakuan. Sesudah senang, tak digubris lagi. Yang penting dapat bibit lagi, bibit padi bagolo, jenis lokal, sembari belajar melunturkan racun-racun pertanian pada gilir-gilir tanam sebelumnya.
Dengan oleh-oleh dari Garut terpikir hal sederhana. Bila nyawa sebatang saya hanya perlu makan nasi, dengan konsumsi beras taruh kata 300 gram/hari maka sebulan saya hanya perlu 9 kg. Dalam setahun butuh 108 kg beras. Setiap kilogram gabah kering digiling akan mengalami susut bobot sebesar 25% (dalam kisar paling parah, bisa susut 40%). Berarti bila matematika saya tak goblok benar, maka saya perlu 144 kg gabah per tahun.
Artinya sederhana, saya hanya perlu sawah seluas 144 meter persegi, bila dalam setahun hanya sekali tanam. Bila bisa 3 kali tanam dalam setahun, kebutuhan konsumsi beras saya pribadi bisa dipenuhi oleh tanah berlumpur seluas 48 meter persegi. Bila punya keluarga kecil dengan satu istri dua anak, ya tinggal kali empat.
Saya mungkin salah berhitung. Tapi sedang mengangankan diri sendiri suatu saat nanti tak lagi tersenyum kecut… karena bisa mengaku petani tapi bahan pangan utama tak mesti beli. Tanpa perlu mengantri jatah raskin. Berdaya di lahan sendiri.
Umm… sesudah jadi petani malas, saya ingin jadi petani pelit. Malas beli-beli. Ha ha!
———————–
[SyamAR; Cijapun, 5 April 2010]
dusunlaman.net

2 komentar:

Hilmy Nugraha mengatakan...

hayuk!

Rizky mengatakan...

hebat3

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Lintang timur
BloggerTheme by BloggerThemes | Design by 9thsphere